Dengan Membaca, Berarti Anda Menjelajah Dunia dan Membuka Wawasan Akan Lingkungan Sekitar

Buku yang kubaca selalu member sayap-sayap baru, membawaku terbang ke taman-taman pengetahuan paling menawan, melintasi waktu dan peristiwa, berbagi cerita cinta, menyapa semua tokoh yang ingin kujumpai, sambil bermain di lengkung pelangi. (Abdurrahman Faiz)

Dengan Membaca, Berarti Anda Menjelajah Dunia dan Membuka Wawasan Akan Lingkungan Sekitar

Membaca tanpa merenungkan ibarat makan tanpa mencerna. (Edmun Burke)

Dengan Membaca, Berarti Anda Menjelajah Dunia dan Membuka Wawasan Akan Lingkungan Sekitar

Belajar membaca bagaikan menyalakan api, setiap suku kata yang di eja akan menjadi percik yang menerangi. (Victor Hugo)

Dengan Membaca, Berarti Anda Menjelajah Dunia dan Membuka Wawasan Akan Lingkungan Sekitar

Buku adalah mercusuar yang berdiri di tepi samudra waktu yang luas. (Edwin P. Whipple)

Dengan Membaca, Berarti Anda Menjelajah Dunia dan Membuka Wawasan Akan Lingkungan Sekitar

Buku, bagi seorang anak yang membaca, lebih dari sekadar buku. Tetapi, ia merupakan impian sekaligus pengetahuan dan masa depan sekaligus masa silam. (Esther Meynell)

Senin, 17 September 2012

Penalaran Deduksi dan Enduksi Serta Salah Nalar


Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.


- Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

- Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.

Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.

Salah Nalar
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpilan, yang salah, keliru, disebut salah nalar. Hal ini disebabkan akibat ketidak tepatan orang mengikuti tata cara pemikiran. Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadi pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang dikatakan itu adalah salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Daftar Pustaka
http://kelasmayaku.wordpress.com/2010/09/22/penalaran-deduksi/

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

http://ami26chan.wordpress.com/2011/02/19/penalaran-deduktif/

Sabtu, 15 September 2012

Karangan Ilmiah

Pengertian Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah adalah karangan hasil berpikir ilmiah yang di dalamnya mencerminkan ciri ilmu pengetahuan.
Suatu karangan dapat dikatakan ilmiah jika memenuhi empat syarat, yaitu:
a. Isi - berisi masalah ilmu pengetahuan
b. Penulisan - disusun menurut sistematika/penulisan ilmiah
c. Teknik Penyusunan - menurut teknik penulisan karangan ilmiah
d. Bahasa - disusun dengan bahasa ilmu (bahasa yang dipakai dalam ilmu pengetahuan)
Berdasarkan cara penyajian dan sasaran pembacanya, karangan ilmiah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Karangan ilmiah populer
• Yaitu karangan ilmiah yang disusun dengan sistematika penyajian yang populer/merakyat; dari sudut pembaca: dapat dipahami masyarakat umum.
• Teknik penyusunan, sistematika, dan bahasa - populer, isi: ilmiah.
• Contoh: buku petunjuk tentang cara-cara tertentu, psikologi populer, artikel surat kabar.
b. Karangan ilmiah akademis
• Disusun berdasarkan 4 syarat karangan ilmiah
• Karangan jenis ini disusun oleh masyarakat ilmiah Dan ditujukan untuk masyarakat ilmiah yang tertentu pula (pelajar, mahasiswa, ilmuwan, cendikiawan)
• Masyarakat awam/umum sukar memahami

Ciri Karangan Ilmiah
Jika di atas telah dipaparkan empat syarat suatu karangan disebut ilmiah, maka berikut ini akan dipaparkan empat ciri karangan ilmiah. Ke-4 ciri tersebut adalah:
a. Isi mencerminkan hakikat ilmu pengetahuan/objek ilmu tertentu
b. Mengandung teori/semacam kerangka berpikir
c. Ada metodenya (cara mencari dan menemukan kebenaran)
d. Mengandung penulisan

Penulisan dalam Karangan Ilmiah
Penulisan dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek/matra. Kelima aspek tersebut adalah:
a. Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori, harus berkaitan dengan pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.
b. Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatru yang harus didahulukan/ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu. Pada bagian Pendahuluan, dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah.
c. Aspek argumentasi
Bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.
d. Aspek teknik penyusunan
Bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.
e. Aspek bahasa
Bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? Baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis. Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sebisa mungkin menghindari kata ganti diri (saya, kami, kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa yang panjang.

Berikut ini secara sederhana akan dipaparkan bagaimana menulis karangan ilmiah yang mencakup bagian-bagian yang harus ada dalam sebuah karangan, yaitu:
(a) Pendahuluan,
(b) Karangka berpikir/landasan teori/tinjauan pustaka sebagai acuan untuk membahas sesuatu;
(c) Penyajian hasil pembahasan atas masalah yang telah dirumuskan; dan
(d) Bagian penutup; menyangkut proses penulisannya.
Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas penulisan seseorang. Penulisan itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri.

A. Pendahuluan
Tujuan utama dari pendahuluan adalah menarik perhatian pembaca atas masalah yang akan dibicarakan, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang akan dibicarakan, dan menunjukkan dasar berpikir dari uraian itu.
Untuk itu, sebuah pendahuluan sekurang-kurangnya harus mengandung:
1) Latar Belakang Masalah
• Berisi segala hal yang melatarbelakangi mengapa suatu topik perlu ditulis/diteliti/ dibicarakan.
• Mengapa topik itu penting untuk dibicarakan/dibahas
• Jika mungkin ilustrasikan sejauh mana topik itu pernah dibahas oleh penulis lain dan apa istimewanya pembahasan yang akan Anda lakukan.
• Tulislah semua itu didukung dengan data-data/argumen-argumen dalam paragraf-paragraf yang baik.
2) Rumusan Masalah
• Berisi butir-butir persoalan yang akan dicari pemecahannya/dibicarakan dalam karangan ilmiah itu.
• Dirumuskan dalam kalimat tanya
• Pertanyaan harus sistematis.
• Dasar dari perumusan masalah ini adalah segala hal yang telah diuraikan dalam latar latar belakang masalah dan judul/topik karangan/penelitian.
3) Tujuan Penulisan/Penelitian
• Tujuan adalah hal yang akan dicapai lewat tulisan/penelitian yang akan dilakukan.
• Berisi rumusan hal-hal yang akan dicapai lewat penelitian/penulisan karangan itu.
• Disusun berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah (jika rumusan masalah 2 maka tujuan juga 2)
• Rumusan tujuan harus bersifat tinjauan dan dapat diukur, (misal: mendeskripsikan, menganalisis, membandingkan, mencari hubungan)
4) Manfaat Penelitian/Penulisan
• Manfaat adalah hal yang dapat diperoleh dari penulisan/penelitian yang dilakukan
• Manfaat berkaitan dengan hal yang dapat diperoleh oleh:
(a) penulis/peneliti,
(b) orang yang membaca,
(c) pihak-pihak lain yang berkaitan dengan penulisan/penelitian itu.
5) Ruang Lingkup Penulisan/Penelitian
• Berisi pembatasan permasalahn yang akan dibicarakan/diteliti, agar tidak terlalu luas
• Pembatasan ini juga berfungsi untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan di luar hal yang dibicarakan/diteliti.
6) Sistematika Penyajian
• Berisi sistematika/urutan hal-hal apa saja yang akan dibicarakan dalam tulisan tersebut.
• Diuraikan secara umum/pokok-pokoknya saja.

B. Landasan Teori/Tinjauan Pustaka
Jika penulisan Anda bertendensi menyajikan sesuatu yang baru, maka yang bisa Anda pilih adalah landasan teori. Artinya, berangkat dari teori-teori yang pernah ada (mungkin tidak tepat/sesuai benar dengan topik Anda) tetapi membantu pembahasan Anda. Tetapi jika hasil tulisan/penelitian Anda berupa teori baru, maka yang lebih tepat dipakai adalah tinjauan pustaka. Artinya, Anda perlu mengkomparasikan/membandingkan dan mendeskripsikan berbagai macam teori tantang satu hal yang sama, sehingga tendensi hasil tulisan/penelitian Anda akan melengkapi/memperbaiki/justru membantah teori yang pernah ada.
Sekedar catatan tambahan; jika yang Anda lakukan adalah penelitian maka sebelum Landasan Teori /Tinjauan Pustaka ini perlu ada metodologi penelitian. Tetapi mengingat yang kita bicarakan sekarang ini adalah penulisan karangan ilmiah yang sederhana, metodologi penelitian tidak akan dibicarakan.
• Landasan teori merupakan garis-garis pokok yang akan dijadikan pedoman untuk membahas masalah yang telah Anda rumuskan dalam Pendahuluan
• Teori dipilih berdasarkan topik yang akan ditulis/diteliti.
• Teori bermanfaat untuk menuntun cara kerja/alat untuk memahami objek penulisan/penelitian (pisau analisis)
• Teori dapat diperoleh dari:
- Membuat konklusi/kesimpulan dari berbagai pendapat/sumber
- Mengambil/mengadaptasi beberapa teori yang sudah ada dengan pertimbangan tertentu
- Berbagai buku/referensi (suratkabar/majalah/internet) yang membahasa hal sesuai    dengan topik tulisan Anda
- Teori bukan menyalin/mengkopi buku/sumber, tetapi membahasakan kembali sumber teori dengan bahasa Anda sendiri. Sehingga tanggung jawab atas kebenaran teori itu adalah tanggung jawab Anda sendiri sebagai penulis/peneliti
- Untuk menjamin keilmiahan, sumber yang Anda acu harus dicantumkan

C. Pembahasan
• Berdasarkan teori yang telah Anda susun, mulailah pembahasan atas masalah yang akan Anda cari pemecahannya.
• Dasar dari pembahasan adalah rumusan masalah yang telah Anda rumuskan dalam Pendahuluan
• Dengan kata lain, pembahasan adalah jawaban dari rumusan masalah secara terurai dan detail, lengkap dengan bukti-bukti dan alasan-alasan.
• Buat uraian dalam pembahasan secara sistematis dan mudah dipahami.

D. Penutupan
• Berisi kesimpulan atas pembahasan yang telah Anda lakukan. Jika pembahasan kita maknai sebagai jawaban rumusan masalah secara detail dan terurai; maka kesimpulan adalah jawaban rumusan masalah secara singkat/umum.
• Penutupan juga berisi saran yang dapat Anda kemukakan sehubungan dengan pembahasan yang telah Anda lakukan.
• Saran juga bisa diberikan kepada orang yang akan menulis/meneliti lebih lanjut topik yang sudah Anda bahas.
• Saran juga bisa berupa rekomendasi/usulan bagi pihak-pihak yang terkait dengan topik penulisan/penelitian Anda.

E. Daftar Pustaka/Bibliografi
• Daftar pustaka berisi segala buku/referensi yang Anda acu selama melakukan penulisan/penelitian.
• Daftar pustaka ditulis dengan sistematika tertentu. Untuk kali ini, mengingat materi ini sudah cukup rumit; maka teknik penulisan daftar pustaka akan diberikan pada kesempatan yang lain.
• Daftar pustaka hanya berisi referensi yang benar-benar anda tujukan. Jangan menulis referensi yang tidak benar-benar acu

Daftar Pustaka
http://ary-education.blogspot.com/2008/06/penulisan-karangan-ilmiah.html
Diakses tanggal 7 Oktober 2011

Daniel Parera,Jos. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang benar I. Jakarta. PT Gramedia

Badudu, J.S 1989. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta. PT Gramedia

Zaenal Arifin,E. 1993. Bahasa yang Lugas dalam Laporan Teknis. Jakarta. Akademika Pressindo

Surana,F. X. 1980. Himpunan Materi Tata Bahasa. Solo.  Tiga Serangkai

Mustakim. 1992. Himpunan Istilah Ilmu Bahasa.Jakarta.Pustaka Jaya

Diksi atau Pilihan Kata

Pengertian Diksi atau Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi  atau pilihan kata mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi (Anonim2, 2010).
Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan  digunakan oleh pengarang. Mengingat bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Anonim2, 2010).
Jika dilihat dari kemampuan pengguna bahasa, ada beberapa hal yang mempengaruhi pilihan kata, diantaranya :
• Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
• kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
• menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
Adapun fungsi Pilihan kata atau Diksi adalah Untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu berfungsi untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita tersebut (Anonim3, 2010).

Jenis – Jenis Diksi

Diksi Dalam Tulisan
Secara ringkas, Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita mereka. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus :
(1) tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang diamanatkan .
(2) mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
(3) menguasai sejumlah besar kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu pula menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif (Anonim2, 2010).

Diksi Dalam Lisan
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu (Zaenal, 1988).
Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita (Anonim4, 2010).

Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan  misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif (Zaenal,1988).
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang tim¬bal sebagai akibat dari sikap social, sikap pribadi, clan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pitkul (Zaenal,1988).
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. la tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (deno¬tatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif (Zaenal,1988)..
Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap (Zaenal,1988).
Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu (Zaenal,1988).
Misalnya:
rumah          -        gedung, wisma, graha
penonton     -        pemirsa, pemerhati
dibuat          -        dirakit, disulap
sesuai          -        harmonik
tukang         -        ahli, juru
pembantu    -        asisten
pekerja        -        pegawai, karyawan
tengah         -        madia
bunting        -        hamil, mengandung
mati             -        meninggal, wafat
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, peranan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus (Zaenal,1988).

Makna Kata Umum dan Kata Khusus
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikon tidak hanya mujair atau tidak hanya tawes, tetapi ikan terdiri atas beberapa macam, seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki, dan ikon mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan; derrdkian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas (Zaenal,1988).
Contoh kata bermakna umum yang lain adalah bunga. Ka¬ta bunga memiliki acuan yang lebih luas daripada mawar. Bungs bukan hanya mawar, melainkan juga ros, melati, dahlia, anggrek, dan cempaka. Sebaliknya, melati pasti sejenis bunga; anggrek juga tergolong bunga, dahlia juga merupakan sejenis bunga. Kata bunga yang memiliki acuan yang lebih luas disebut kata umum, se¬dangkan kata dahlia, cempaka, melati, atau ros memiliki acuan yang lebih khusus dan disebut kata khusus (Zaenal,1988).
Pasangan kata umum dan kata khusus harus dibedakan da¬lam pengacuan yang generik dan spesifik (Zaenal,1988). Sapi, kerbau, kuda, dan keledai adalah hewan-hewan yang termasuk segolongan, yaitu golongan hewan mamalia. Dengan demikian, kata hewan mamalia bersifat umum (generik), sedangkan sapi, kerbau, kuda, keledai adalah kata khusus (spesifik) (Zaenal,1988).

Cara Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan (Zaenal,1988).
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya :
    Tata                Daya               Serba
tata buku       daya tahan       serba putih
tata bahasa    daya pukul       serba plastik
tata rias         daya tarik         serba kuat
tata cara        daya serap        serba tabu
  Hari               Tutup                Lepas
hari sial        tutup tahun       lepas tangan
hari jadi        tutup buku        lepas pantai
hari besar       tutup usia           lepas landas
Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya :
bank                wisata
kredit               santai
valuta              nyeri   
televisi            candak kulak.
Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing. Kontak bahasa memang tidak dapat dielakkan karena kita berhubungan dengan bangsa lain. Oleh sebab itu, pengaruh-mempengaruhi dalam hal kosakata pasti ada. Dalam hal ini perlu ditata kembali kaidah penyerapan kata-kata itu. Oleh sebab itu, Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang kini telah beredar di seluruh Nusantara sangat membantu upaya itu (Zaenal,1988).
Kata-kata pungut adalah kata yang diambil dari kata-kata asing. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda atau situasi tertentu yang belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing yang bersifat internasional sangat kita perlukan karena kita memerlukan sua¬tu komunikasi dalam dunia dan teknologi modern, kita memer¬lukan komunikasi yang lancar dalam segala macam segi kehidupan (Zaenal,1988).
Kata-kata pungut itu ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang diubah. Kata-kata pungut yang sudah di¬sesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia disebut bentuk serapan (Zaenal,1988).
Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam.   
1) Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah :
bank, opname, dan golf.
2) Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah :
subject              subjek,
apotheek           apotek,
standard            standar, dan
university          universitas.
3) Kita menerjemahkan isitilah-istilah asing ke dalam bahsa Indonesia. Yang tergolong ke dalam bentuk ini ialah :
starting point         titik tolak,
meet the press        jumpa pens,
up to date              mutakhir,
briefing                 taklimat, dan
hearing                  dengar pendapat.
4) Kita mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. Yang termasuk golongan ini ialah :
de facto,
status quo,
cum laude, dan ad hoc.
Dalam menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi, kita perlu memperhatikan beberapa ukuran.
a) Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat dihindari.
Misalnya: nongkrong raun
Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum.
Contoh:   
ganyang        anjangsana
lugas             kelola
heboh            pamrih santai
b) Kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan.
Contoh:
tunanetra        buta
tunarungu       tali
tunawicara      bisu
c) Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecua-h kalau sudah dipakai oleh masyarakat.
Contoh:
konon             puspa
bayu               lepau
laskar             didaulat
Di bawah ini akan dibicarakan beberapa penerapan pilihan kata. Sebuah kata dikatakan baik kalau tepat arti dan tepat tem¬patnya, saksama dalam pengungkapan, lazim, dan sesuai dengan kaidah ejaan (Zaenal,1988).
Beberapa contoh pemakaian kata di bawah ini dapat di¬lihat :
a) Kata raya tidak dapat disamakan dengan kata besar, agung. Kata-kata itu  tidak selalu dapat dipertukarkan. Contoh: masjid raya, rumah besar, hakim agung.

b) Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama dalam pema¬kaiannya. Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masing-masing tidak boleh diikuti oleh kata benda.
Contoh yang benar:
- Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang.
- Berbagai gedung bertingkat di Jakarta memiliki gaya arsitektur masing-masing.
- Masing-masing mengemukakan keberatannya.
- Para pemimpin negara APEC yang hadir di Jakarta masing-masing dijaga ketat oleh pengawal kepresidenan Indonesia.

c) Pemakaian kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata dan lain-lain sama kedudukannya dengan seperti, antara lain, misalnya.
Misalnya:
Bentuk yang Salah               
Dalam ruang itu kita dapat menemukan barang-barang seperti meja, buku, bangku, dan lain-lain.           
Bentuk yang Benar
- Dalam ruang itu kita dapat menemukan meja, buku, bangku, dan lain-lain.
- Dalam ruang itu kita dapat menemukan barang- barang seperti meja, buku, dan bangku.

d) Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara te¬pat. Kata pukul menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
- Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari jam 8.00 s.d. 12.00. (Salah)
- Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d. pukul 12.00. (Benar)

e) Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata  sesuatu tidak diikuti oleh kata benda, sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda.
Contoh:
- Ia mencari sesuatu.
- Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri¬-seri.

f).Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arch.
Contoh:
- Ia mendapat tugas dari atasannya.
- Cincin itu terbuat dari emas.
Kata daripada berfungsi membandingkan. Contoh:
- Duduk lebih baik daripada berdiri.
- Indonesia lebih luas daripada Malaysia.
(Chaer,1988)

Daftar Pustaka
Anonim1, 2010,
http://organisasi.org/definisi-pengertian-diksi-bahasa-indonesia.html
diakses tanggal 12 oktober 2010.

Anonim2 ,2010
http://eziekim.wordpress.com/2010/10/10/pilihan-kata-bahasa
diakses tanggal 11 oktober 2010

Anonim3,2010
http://intl.feedfury.com/content/15241462-diksi-bahasa.html
diakses tanggal 10 Nopember 2010

Anonim4,2010
http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/diksi-bahasa-indonesia/
diakses tanggal 10 Nopember 2010

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai.1988.Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.PT Mediyatma Sarana Perkasa.Jakarta

Chaer.1988.Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.PT Rineka Cipta.Jakarta

 

Paragraf atau Alenia

Definisi Paragraf atau Alenia
Paragraf yang dikenal juga dengan nama lain alenia adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topic tersebut. Sebuah paragraph mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua buah kalimat. Bahkan, sering kita temukan bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satupun dari kalimat-kalimat itu yang memperkatakan soal lain. Seluruhnya memperbincangkan satu masalah atau sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu.
Topik paragraf adalah pikiran utama di dalam sebuah paragraf. Semua pembicaraan dalam paragraf itu terpusat pada pikiran utama ini.  Pikiran utama itulah yang menjadi topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, ia kadang-kadang disebut juga gagasan pokok didalam sebuah paragraf. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah paragraf, itulah topik paragraf. Topik paragraf dijabarkan dalam kalimat topik atau kalimat utama.
Paragraf suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.

Syarat - Syarat Paragraf atau Alenia
Disetiap paragraf harus memuat 2 bagian penting, yakni:
- Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
- Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.
Untuk membuat paragraf yang baik ide atau gagasan harus menarik dan sesuai dengan kalimat-kalimat yang akan dibuat paragraf. Kalimat penjelas dari suatu paragraf harus sesuai dengan kalimat pokoknya.

Jenis - Jenis Paragraf atau Alenia
Berdasarkan Sifat & Tujuan
Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut:
- Paragraf Pembuka
Paragraf pembukaan berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah yang akan diuraikan. Sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan.
Paragraf pembuka yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf yang panjang hanya akan menimbulkan kebosanan pembaca tetapi, tidak berarti bahwa makin pendek paragraf pembukanya makin baik, paragraf pembuka yang terlampau pendek, mungkin tidak dapat berperan apa-apa unutk menarik minat pembaca.
- Paragraf Pengembang/Penghubung
Paragraf pengembang adalah semua paragraf yang terdapat antara paragraf pembuka dan paragraf penutup. Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf pengembang berisi persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, secara kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang dan antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan
Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf dan paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf itu dapat dikembangkan dengan cara ekspositoris, dengan cara deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentativ Paragraf Penutup Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan semua pembicaraan yang telah dibicarakan sebelumnya. Paragraf penutup tidaklah terlalu panjang ataupun terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.

Berdasarkan Sifat Isinya
- Paragraf  Persuasi
Alenia persuasi, jika isi alenia mempromosikan sesuatu dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf  Argumentasi Alenia argumentasi, jika isi alenia membahas satu masalah dengan bukti-bukti atau alasan yang mendukung.
- Paragraf Narasi
Alenia narasi, jika isi alenia menuturkan peristiwa atau keadaan dalam bentuk cerita.
- Paragraf Deskripsi
Alenia deskripsi, jika isi alenia melukiskan atau menggambarkan sesuatu dengan bahasa.
- Paragraf Eksposisi
Alenia eksposisi jika isi alenia memaparkan sesuatu fakta atau kejadian tertentu

Berdasarkan Letak Kalimat Utama
- Paragraf deduktif
Paragraf deduktif adalah paragrap yang  gagasan utama dan ataukalimat utamanya terletak di awal paragraf.
- Paragraf induktif
Paragraf induktif merupakaan kebalikaan dari paragraph deduktif. Jadi,gagasan utama paragraph induktif terletak pada akhir paragraph
- Paragraf deduktif induktif
Paragraf deduktif adalah induktif merupakaan perpaduaan antara paragraph deduktif dan induktif. Jadi, gagasan dan atau kalimat utamanya terletak di awal dan di akhir paragraf.
- Paragraf deskritif
Paragraf deskritif adalah paragraph yang gagasan utamanya hampir menyebar di seluruh bagian paragraph,dari awal hingga akhir. Paragraf ini tidak mempunyai kalimat khusus yang menjadi ide pokok, semua kalimat samam-sama penting dan membentuk satu kesatuan.

Pengembangan Paragraf atau Alenia
Untuk mengembangkan sebuah alenia, baik untuk memperinci gagasan utama, maupun untuk mengurutkan perincian-perincian itu dengan teratur, dikembangkjan bermacam-macam metode pengembangan. Yaitu :
a) Metode Definisi
Yang dimaksud dengan definisi adalah usaha penulis untuk menerangkan pengertian/konsep istilah tertentu. Dalam membuat definisi kita tidak boleh mengulang kata atau istilah yang kita definisikan dalam teks definisi itu.
b) Metode Proses
Sebuah alenia dikatakan memakai metode proses apabila isis alenia menguraikan suatu proses.
c) Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrasi selalu ditampilkan. Contoh-contoh terurai, lebih-lebih memerlukan penjelasan rinci tentu harus disusun berbentuk alenia
d) Metode Sebab Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat sebab (Kausalitas)_ dipakai untuk menerangkan suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama dan akibat sebagai pikiran penjelas, dan dapat pula sebaliknya.
e) Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusus dan umum-khusus paling banyak dipakai untuk mengembangkan gagasan alenia agar tampak teratur. Metode inilah paling banyak dipakai dalam karangan ilmiah dan tulisan ekspositoris seperti artikel dalam media massa.
f) Metode Klasifikasi Bila kita akan mengelompokkan benda-benda atau non benda yang memilikipersamaan cirri seperti sifat bentuk, ukuran, dan lain-lain, cara yang paling tepat adalah dengan metode klasifikasi. Setelah dikelompokkan, lalu dianalisis untuk mendapatkan generalisasi, atau paling tidak untuk diperbandingkan atau dipertentangkan satu sama lain.

Struktur Paragraf atau Alenia
Rangka atau struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari sebuah kalimat topik, paragraf itu tidak termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimat didalam paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait-barkait satu dengan yang lainnya.
Kalimat topik adalah kalimat yang berisi topik dibicarakan pengarang. Pengarang meletakan inti maksud pembicaraannya pada kalimat topik.
Karena topik paragraf adalah pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat utama dalam paragraf itu. Karena setiap paragraf hanya mempunyai sebuah topik, paragraf itu tentu hanya mempunyai satu kalimat utama.
Kalimat utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada paragraf itu saja. Adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi kalimat yang khusus apabila paragraf itu diperluas.

Daftar Pustaka
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Bahasa dan Sastra Indonesia. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Yudhistira.
Tim Penyusun. 2009. Bahasa Indonesia SMA. Jakarta:Grasindo.
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Balai Pustaka.

Tata Kalimat

Pengertian Kalimat
Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intonasi akhir, dan satuan bahasa yang berisi suatu “pikiran” atau “amanat” yang lengkap. Lengkap, berarti di dalam satuan bahasa yang disebut kalimat itu terdapat:
1) Unsur atau bagian yang menjadi pokok pembicaraan, yang lazim disebut dengan subjek (S). Misalnya kata adik dalam kalimat “Adik membaca buku”.
Yang biasa menjadi subjek adalah kata benda seperti contoh diatas, atau frase benda seperti contoh berikut.
- Majalah mingguan itu terbit di Jakarta.
2) Unsur atau bagian yang menjadi “komentar” tentang subjek, yang lazim disebut dengan istilah predikat (P). Misalnya kata membaca dalam kalimat “Adik mebaca buku”.
Yang biasa menjadi predikaat adalah kata kerja seperti contoh diatas, tetapi dapat juga frase kerja, kata sifat, atau frase sifat, seperti contoh-contoh berikut:
- Saya tidaak akan datang.
- Rumah itu besar.
- Rumah itu besar sekali.
3) Unsur atau bagian yang merupakan pelengkap dari predikat, yang lazzim disebut dengan istilah objek (O). Misalnya kata buku dalam kalimat “Adik membaca buku”.
Yang biasa menjadi objek adalah kata benda seperti contoh di atas, tetapi dapat juga frase benda, seperti contoh-contoh berikut.
- Adik membaca buku sejarah.
4) Unsur atau bagian yang merupakan “penjelasan” lebih lanjut terhadap predikat dan subjek, yang lazim disebut dengan istilah “keterangan” (K). Misalnya frase di perpustakaan dalam kalimat “Adik membaca buku di perpustakaan”
Keterangan dapat memberi penjelasan mengenai waktu, sebab, akibat, syarat, alat, dan sebagainya.
• Hari ini dia datang terlambat (Keterangan waktu)
• Dia terlambat karena hujan (Keterangan sebab)
• Dia dipukuli orang ramai sampai babak belur (Keterangan akibat)
• Saya akan hadir di sana (Keterangan tempat)
• Adik menulis dengan pensil (keterangan alat)
Subjek dan predikat merupakan unsur yang harus ada di dalam kalimat, sedangkan unsur objek dan  keterangan tidak harus selalu ada. Apabila unsur objek dan unsur keterangan tidak ada dalam sebuah kalimat maka kalimat itu tetap kalimat yang sempurna atau kalimat yang lengkap, tetapi apabila yang tidak ada adalah unsur subjek atau unsur predikatnya yang tidak ada maka kalimat itu disebut kalimat yang tidak lengkap.

Intonasi Kalimat
Selain unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan setiap kalimat harus pula dilengkapi dengan unsur intonasi. Yang lazim disebut intonasi kalimat. Di dalam bahasa tulis intonasi kalimat dilambangkan dengan tanda baca titik (.) tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Tanda titik (.) digunakan  pada kalimat yang berisi pernyataan atau berita. Misalnya :
• Presiden meresmikan pabrik kayu lapis di Ambon.
Tanda baca tanya (?) digunakan pada akhir kalimat yang berisi pertanyaan, misalnya:
• Siapa nama adikmu itu?
Tanda baca seru (!) digunakan pada akhir kalimat yang berisi perintah, larangan, atau seruan. Misalnya:
• Jangan duduk disini !
Kalau suatu satuan bahasa yang berisi unsur subjek dan predikat, baik disertai unsur objek dan keterangan atau tidak dan tidak disertai dengan intonasi kalimat, maka atuan tersebut belum dapat disebut sebuah kalimat, melainkan baru merupakan sebuah klausa.
Dengan demikian, setiap pembentukan kalimat selalu berkenaan dengan unsur klausa  dan unsur intonasi.

Macam - Macam Kalimat
Kalimat sangat memiliki berbagai macam bentuk, dan bentuk-bentuk kalimat adalah:

1. Kalimat Sederhana
Kalimat sederhana dibentuk dari sebuah klausa yang unsur-unsurnya berupa kata atau frase-frase sederhana.
- Pembangunan harus dilanjutkan.
Kalimat sederhana dalam bahasa indonesia memiliki pola:
a) Subjek + Predikat
• Ayahku seorang dokter
b) Subjek + Predikat + Objek
• Ibu menjahit baju adik
c) Subjek + Predikat + Objek + Keterangan
• Ayah membaca koran ditaman
d) Subjek + Predikat + Objek + Objek
• Ibu membelikan adik baju baru
Menurut jenis kata atau frase yang menjadi unsur Subjek (predikat, objek, dan keterangan) kalimat sederhana dalam bahasa indonesia mempunyai pola.
a) Kata (frase) Benda + Kata (frase) Benda
• Ayahku seorang dokter
b) Kata (frase) Benda + kata (frase) Sifat
• Pacarnya tinggi besar
c) Kata (frase) Benda + kata (frase) Kerja
• Nenek sedang bersolek
d) Kata (frase) Benda + kata (frase) Kerja + Kata (frase) Benda
• Ayah sedang membaca komik

2. Kalimat Luas Rapatan
Dua buah klausa (kalimat) atau lebih dapat digabungkan menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara “merapatkan” bagian atau unsur kalimat yang sama. Bagian atau unsur kalimat yang sama itu mungkin terdapat pada subjek, predikat, objek, keterangan, atau pada dua atau tiga bagian itu.
• Rapatan subjek
Dua buah kalimat yang subjeknya merupakan identitas yang sama dapat digabung menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara merapatkan atau menyatukan kedua subjek kalimat itu.
- Ayah makan nasi goreng
- Ayah minum teh botol
Dirapatkan menjadi kalimat:
- Ayah makan nasi goreng dan minum teh botol.
• Rapatan Predikat
Dua buah kalimat yang subjeknya merupakan hal, peristiwa, atau tindakan yang sama dapat digabung menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara merapatkan atau menyatukan kedua predikat kalimat itu.
- Nenek minum kopi susu
- Ibu minum teh botol
Dirapatkan menjadi kalimat:
- Nenek minum kopi susu sedangkan ibu teh botol.
• Rapatan Objek
Dua buah kalimat yang objeknya merupakan identitas yang sama dapat digabung menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara merapatkan atau menyatukan kedua objek kalimat itu.
- Kakak menangkap ayan itu
- Ayah menyembelih ayam itu
Dirapatkan menjadi kalimat:
- Kakak menangkap ayamitu  dan  ayah menyembelihnya.
• Rapatan Keterangan
Dua buah kalimat yang unsur keterangannya merupakan identitas yang sama dapat digabungkan menjadi sebuah kalimat luas rapatan dengan cara merapatkan atau menyatukan kedua keterangan kalimat itu.
- Tadi pagi saya menulis surat
- Tadi pagi ayah membaca koran
Dirapatkan menjadi kalimat:
- Tadi pagi saya menulis surat dan ayah membaca koran.
• Rapatan Kompleks
Adakalnya dua buah klausa atau lebih memiliki bagian atau unsur yang sama lebih dari sebuah.
- Ibu membeli gula
- Ibu membeli kopi
- Ibu membeli beras
Ketiga klausa itu dapat dijadikan kalimat luas rapatan dengan menyatakan subjek dan predikatnya:
- Ibu membeli gula, kopi, dan beras.

3. Kalimat Luas Bersisipan
Kalimat luas bersisipan adalah kalimat yang dibentuk dari dua buah klausa (atau lebih). Salah satu dari klausa itu menjadi klausa yang disisipi atau klausa dasar dan klausa lain menjadi klausa yang disipkan. Penyisipan ini dilakukan dengan bantuan kata penghubung yang, bahwa, dan tempat.
Dalam kalimat bersisipan itu, klausa klausa yang disisipkan berfungsi sebagai keterangan atau penjelasan dari bagian klausa dasar yang disisipnya. Bagian klausa dasar yang biasa diberi keterangan dengan klausa sisipan ini adalah unsur subjek dan unsur objek.

4. Kalimat Luas Setara
Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah kjlausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung atau tiadak.
Kedudukan klausa-klausa dalam kalimatsetara ini adalah sama derajatnya, yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain; atau yang satu tidak mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-klausa itu mempunyai kedudukan yang  bebas, sehingga apabila klausa yang satu ditanggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebai sebuah klausa.
Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini memberikan makna yang menyatakan penggabungan:
a) Penambahan
b) Pertentangan
c) Pemilihan
d) Penegasan
e) Pengurutan

5. Kalimat Luas Bertingkat
Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klaus, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun dan sebaagainya.
Kedudukan klausa-klausa didalam kalimat luas bertingkat ini tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain.
Klausa yang kedudukannya lebih tinggi mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga tanpa klausa yang lain tetap dapat berarti sendiri sebagai sebuah kalimat. Sedangkan klausa yang kedudukannya lebih rendah mempunyai keududukkan yang tidak bebas, sehingga tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat.
Dalam tata bahasa tradisionaal klausa bebas dalam kalimat luasbertingkat ini disebut induk kalimat, sedangkan klausa tidak bebas, atau yang disebut anak kalimat ini, biasanya didahului dengan kata penghubung.
Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang antara lain, menyatakan:
a) Sebab
b) Akibat
c) Syarat
d) Tujuan
e) Waktu
f) Kesungguhan
g) Pembatasan.

6. Kalimat Luas Kompleks
Kalimat luas kompleks dibentuk dari tidga klausa atau lebih yang kedudukan klausa-klausanya itumerupakan campuran dari struktur kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat. Penggabungannya biasanya dibantu dengan bantuan kata penhgubung, baik yang biasa dipakai dalam kalimat luas bertingkat. Makna yang ada sebagian hasil penggabungan klausa-klausanya., bisa makna yang ada dalam kalimat luas setaraa maupun yang ada dalam kalimat luas bertingkat.
Struktur yang lebih kompleks dengan jumlah klausa yang lebih banyak dapat juga kita susun kalau masalah atau pokok pikiran yang akan dikatakan banyak mengandung pikiran tambahan atau pikiran penjelas.

7. Kalimat Elips
Kalimat elips adalah kalimat yang dibentuk dari sebuah klausa yang tidak lengkap.klausa dalam kalimat elips ini mungkin tidak bersubjek, mungkin tidak berpredikat, dan mungkin jugaa tidak mempunyai subjek dan predikat; yang ada hanya keterangan. Kalimat elips ini bisa terjadi kalau situasi atau konteks peraturan itu secara keseluruhan suadah diketahui oleh orang-orang yang terlibat dalam peraturan itu. Misalnya dalam tanya jawab, atau dalam diskusi lainnya. Perhatikan contoh-contoh berikut:
- Berangkatlah!
- Bacalah!
- Coba, sini dulu!
- Adik?
- Kompas.

8. Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang isinya menyatakan berita atau pernyataan untuk diketahui oleh orang lain (pendengar atau pembaca)
Kalimat berita ini dibentuk dari sebuah klausa, dua buah klausa, tiga buah klausa atau juga lebih; atau dalam wujud kalimat sederhana, kalimat luas rapatan, kalimat luas setara , kalimat  luas bertingkat, maupun kalimat kompleks, sesuai dengan besarnya atau luasnya isi berita yang ingin disampaikan.
- Sekarang kami sudah ssadar untuk membayar pajak.

9. Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya mengharapkan reaksi atau jawaban berupa pengakuan, keterangan, alasan, atau pendapat dari pihak pendengar atau pembaca. Dilihat dari reaksi jawaban yaang diharapkan, dibedakan adanya:
a) Kalimat tanya yang meminta pengakuan atau jawaban:
ya – tidak, atau
ya – bukan
b) Kalimat tanya yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur kalimat.
c) Kalimat tanya, yang meminta alasan.
d) Kalimat tanya yang meminta pendapat atau buah pikiran orang lain.
e) Kalimat tanya yang menyungguhkan.

10. Kalimat Perintah dan Kalimat Larangan
Kalimat perintah adalah kalimat yang isinya mengharapkan adanya reaksi berupa tindakan atau perbuatan dari orang yang diajak bicara (pendengar atau pembaca). Kalau isi kalimat perintah itu mengharapkan orang lain melakukan suatu tindakan atau perbuatan, maka kalimat tersebut dinamai kalimat larangan.

11. Kalimat Seruan
Kalimat seruan digunakan untuk menyatakan emosi atau perasaan batin yang biasanya terjadi secara tiba-tiba. Misalnya, rasa terkeju, marah, kagum, gemas, kecewa, sedih, cemas, takut, tidak suka, benci, iba, dan sebagainya.
- “Wah, mahal sekali!” kata ibu karena terkejut.
- “Celaka, orang itu datang lagi!” kata Sudin dengan takut.

Jumat, 14 September 2012

Perkembangan Bahasa

Asal Usul Bahasa Indonesia
       Apabila ingin membicarakan bahasa Indonesia, mau tidak mau kita harus membicarakan bahasa Melayu sebagai sumber bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat komunikasi. Bahasa batu tertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti :
a. Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683,
b. Prasasti Talang tuo di Palembang tahun 684,
c. Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686 dan,
d. Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688,
Yang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya Melayu kuno, memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa melayu kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya. Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa Melayu terdapat di Jawa Tengah dan di Bogor. Kedua prasasti di Pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu bukan saja dipakai di Pulau Sumatra, melainkan juga di Pulau Jawa. Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita kemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut :
1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaiu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra,
2. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Indonesia,
3. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di sepanjang pantai, baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia,
4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.

Peresmian Nama Bahasa Indonesia
       Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti berkembang dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa ini menjelma jadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur. Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerabatan Pemuda dan berikrar :
• Bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia,
• Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan,
• Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
       Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa  Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
       Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai sejak pertengahan Abad VII itu, menjadi bahasa Indonesia. Mengapa Bahasa Indonesia Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia? Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa
perdagangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa Indonesia ini tidak mengenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa atau perbedaan bahasa kasar dan halus,seperti dalam bahasa Sunda.
3. Suku Jawa, suku Sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.

Kedudukan Bahasa Indonesia
       Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga sumpah pemuda 1928 yang berbunyi “kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.

Fungsi Bahasa Indonesia
       Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan, lambang identitas nasional, alat perhubungan antarwarga,antardaerah, dan antarbudaya, dan alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Sebagai Lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina.
       Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang Negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain.
       Sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarwarga,antardaerah, dan antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedimikan rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.
       Fungsi bahasa Indonesia yang keempat dalam kedudukan sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
1. Bahasa resmi negara,
2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan,
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan,
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
       Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiataan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen, putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Sebagai fungsinya yang kedua, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
       Sebagai fungsinya yang ketiga, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah. Akhirnya, di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kia pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Arifin, 2000).

Internet Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia Kini
       Internet merupakan jaringan yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk di dalamnya jaringan lokal, yang terhubungkan melalui saluran (satelit, telepon, kabel) dan jangkauanya mencakup seluruh dunia. Dengan adanya internet ini telah berdampak juga bagi perkembangan bahasa indonesia. Dimana ternyata banyak masyarakat luar negeri yang ingin mempelajari bahasa indonesia, mereka dapat dengan mudah mendapatkannya hanya dengan mengakses sebuah situs.
      Seperti misalnya situs http://www.101languages.net/indonesian/ dengan slogan “Learn Indonesian Online For Free”. Menarik sekali memang. Dan ada juga situs http://maigo.sfc.keio.ac.jp/id/study_in_indonesia.html yang ditujukan khusus bagi orang /masyarakat jepang yang ingin mempelajari bahasa indonesia dengan mengikuti studi di Indonesia.Tidak hanya itu, ada satu info yang menarik yang saya kutip dari salah satu WNI yang tinggal di kairo (http://www.soulcast.com/post/show/36841/Mengintip-Perkembangan-Bahasa-Indonesia-di-Bumi-Para-Nabi), dia mengatakan bahwa:
“Satu hal yang melekat dan berkesan dalam benak saya, ketika saya akan memasuki sebuah restoran Indonesia di daerah Kairo, saya melihat orang non-bahasa Indonesia dengan lancar ngobrol dengan teman-temannya pakai bahasa Indonesia. sebenarnya hal ini bukan hal yang pertama kali bagi saya menjumpai orang asing berbahasa Indonesia, karena saya juga punya teman orang Mesir yang pandai bicara bahasa Indonesia; namun ini sunguh luar biasa, karena saat ditanya dia dari mana, ternyata: dia berasal dari Madagaskar, sebuah negeri yang dibuat judul sebuah film kartun Madagaskar”( Salafudin, 2009).

Daftar Pustaka
Anonim1. 2010. Bahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2010.

Anonim2. 2009. Perkembangan Bahasa Indonesia.
http://softskillbahasa.blogspot.com/2009/10/perkembangan.html
Diakses pada tanggal 4 Oktober.

Kusmayadi, Ismail. 2006. Think Smart Bahasa Indonesia. Grafindo Mediapratama. Bandung.

Bahasa Indonesia Dengan Berbagai Ragam

Pengertian
       Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Penting atau Tidaknya Bahasa Indonesia
       Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebaran,dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
a. Dipandang dari Jumlah Penutur
       Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua, bahasa yang pertama kali muncul adalah bahasa daerah (“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
       Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa data penutur bahasa Indonesia adalah 220 juta orang (2006) ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.

b. Dipandang dari Luas Penyebarannya
       Penyebaran suatu bahasa tentunya sangat erat kaitannya dengan penutur bahasa itu. Penutur bahasa Indonesia berjumlah 220 juta lebih itu tersebar sangat luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini harus ditmbah dengan (di samping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti Autralia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Penyebaran ini dilihat pula pada beberapa universitas di luar negri yang membuka jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebaran ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.

c. Dipandang dari Dipakainya sebagai sarana Ilmu, Budaya,dan Susastra
        Apabila kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu.
       Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis susastranya walaupun hanya susastra lisan. Susastra lisan telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian, bahasa Kerinci telah dipakai sebagai sarana susastra.
      Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.
        Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas – sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra–telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

Ragam Bahasa
A. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
       Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.
Kedua ragam itu berbeda, perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
2. Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.  Contoh : Orang yang berbelanja di pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga puluh.”
“Bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, dan surat kabar.
3. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
       Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup tahun 2006 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
Contoh ragam lisan lainnya.
Seorang direktur berkata kepada sekretarisnya. “Kenapa dia, San.”
“Tahu, Tuan, Miring kali.”
Kalau kita tidak berada dalam suasana itu, jelas kita tidak mengerti apa yang diperbincangkannya itu.
4. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
Berikut ini dapat kita bandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.
a. Ragam Lisan
1) Penggunaan Bentuk Kata
• Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
• Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
2) Penggunaan Kosakata
• Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
• Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
3) Penggunaan Struktur Kalimat
• Rencana ini saya sudah sampaikan kepada Direktur.
b. Ragam Tulis
1. Penggunaan Bentuk Kata
• Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
• Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
2. Penggunaan Kosakata
• Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu .
• Mereka sedang membuat denah untuk pameran nant
3. Penggunaan Struktur Kalimat
• Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.

Ragam Baku dan Tidak Baku
       Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Kemantapan Dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
2. Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Perwujudan ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis.
3. Seragam
Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah 1pencarian titik-titik keseragaman.

Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
       Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pula usaha ke arah itu.
        Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
     Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya di dasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
       Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya.
1. Ragam Keilmuan/Teknologi
Komputer adalah mesin pengelola informasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat dicari lagi apabila diperlukan.
2. Ragam Kedokteran
Kita mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus. Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormone = ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di dasar otak sehingga kita mengeluarkan urine terus atau kencing saja. Pada diabetes mellitus yang kurang adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada dibawah hati.
3. Ragam Keagamaan
Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.

Macam-Macam Ragam
       Adapun macam-macam ragam sebagai berikut:
a. Ragam bahasa yang bersifat perseorangan .Biasa disebut dengan istilah idiolek.Setiap orang tentu mempunyai ragam atau “gaya”bahasa sendiri-sendiri yang sering tidak disadarinya.Perbedaan idiolek ini dapat kita lihat,sebagai contoh, “gaya” bahasa Sutan Takdir Alisyahbana, yang tidak sama dengan “gaya” bahasa Pramudja Ananta Toer.
b. Ragam bnahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota manyarakat dari wilayah tertentu,biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya ragam bahasa Indonesia di Jakarta,yang jelas tidak sama dengan ragam bahasa manyarakat di Medan,di Yogyakarta, atau pun di Denpasar.
c. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu,biasanya disebut sosiolek.Misalnya ragam bahasa golongan terdididk,yang jelas tidak sama dengan ragam bahasa dari golongan buruh kasar,ataupun golongan mansyarakat umum.
d.Ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu,seperti kegiatan ilmiah,jurnalistik,sastra,hukum,matematika,dan militer.Ragam bahasa ini biasanya disebut dengan istilah fungsiolek.Ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat logis dan eksak,tetapi ragam bahasa penuh dengan kiasan dan ungkapan.
e. Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi,biasanya disebutdengan istilah ragam bahasa baku atau bahasa standar.Kaidah-kaidah dalam ragam bahasa baku,baik dalam bidang fonologi,morfologi,sintaktis maupun kosakata,biasanya digunakan secara konsisten.

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
       Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
1. Kuda makan rumput
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di bawah ini.
2. Rumput makan kuda
Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan), ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.
      Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya.
      Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.


Daftar Pustaka
Alwi ,Hasan,dkk.1998.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.
Chaer, Abdul.1998.Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta.
Zainal E,Arifin,S.Amrantasai.2006.Cermat Berbahasa Indonesia.Jakarta:Akademika Pressindo.
Adul,Asfandi M.1981.Bahasa Indonesia Baku.Surabaya:PT Bina Ilmu.
Waloyo,Budi.1987.Bahasa Indonesia Lisan.Bandung:Balai Pustaka.