Pengertian
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Penting atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebaran,dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
a. Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua, bahasa yang pertama kali muncul adalah bahasa daerah (“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa data penutur bahasa Indonesia adalah 220 juta orang (2006) ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.
b. Dipandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentunya sangat erat kaitannya dengan penutur bahasa itu. Penutur bahasa Indonesia berjumlah 220 juta lebih itu tersebar sangat luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini harus ditmbah dengan (di samping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti Autralia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Penyebaran ini dilihat pula pada beberapa universitas di luar negri yang membuka jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebaran ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.
c. Dipandang dari Dipakainya sebagai sarana Ilmu, Budaya,dan Susastra
Apabila kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis susastranya walaupun hanya susastra lisan. Susastra lisan telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian, bahasa Kerinci telah dipakai sebagai sarana susastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas – sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra–telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.
Ragam Bahasa
A. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.
Kedua ragam itu berbeda, perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
2. Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi. Contoh : Orang yang berbelanja di pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga puluh.”
“Bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, dan surat kabar.
3. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup tahun 2006 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
Contoh ragam lisan lainnya.
Seorang direktur berkata kepada sekretarisnya. “Kenapa dia, San.”
“Tahu, Tuan, Miring kali.”
Kalau kita tidak berada dalam suasana itu, jelas kita tidak mengerti apa yang diperbincangkannya itu.
4. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
Berikut ini dapat kita bandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.
a. Ragam Lisan
1) Penggunaan Bentuk Kata
• Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
• Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
2) Penggunaan Kosakata
• Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
• Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
3) Penggunaan Struktur Kalimat
• Rencana ini saya sudah sampaikan kepada Direktur.
b. Ragam Tulis
1. Penggunaan Bentuk Kata
• Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
• Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
2. Penggunaan Kosakata
• Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu .
• Mereka sedang membuat denah untuk pameran nant
3. Penggunaan Struktur Kalimat
• Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.
Ragam Baku dan Tidak Baku
Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Kemantapan Dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
2. Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Perwujudan ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis.
3. Seragam
Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah 1pencarian titik-titik keseragaman.
Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pula usaha ke arah itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya di dasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya.
1. Ragam Keilmuan/Teknologi
Komputer adalah mesin pengelola informasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat dicari lagi apabila diperlukan.
2. Ragam Kedokteran
Kita mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus. Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormone = ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di dasar otak sehingga kita mengeluarkan urine terus atau kencing saja. Pada diabetes mellitus yang kurang adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada dibawah hati.
3. Ragam Keagamaan
Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Macam-Macam Ragam
Adapun macam-macam ragam sebagai berikut:
a. Ragam bahasa yang bersifat perseorangan .Biasa disebut dengan istilah idiolek.Setiap orang tentu mempunyai ragam atau “gaya”bahasa sendiri-sendiri yang sering tidak disadarinya.Perbedaan idiolek ini dapat kita lihat,sebagai contoh, “gaya” bahasa Sutan Takdir Alisyahbana, yang tidak sama dengan “gaya” bahasa Pramudja Ananta Toer.
b. Ragam bnahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota manyarakat dari wilayah tertentu,biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya ragam bahasa Indonesia di Jakarta,yang jelas tidak sama dengan ragam bahasa manyarakat di Medan,di Yogyakarta, atau pun di Denpasar.
c. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu,biasanya disebut sosiolek.Misalnya ragam bahasa golongan terdididk,yang jelas tidak sama dengan ragam bahasa dari golongan buruh kasar,ataupun golongan mansyarakat umum.
d.Ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu,seperti kegiatan ilmiah,jurnalistik,sastra,hukum,matematika,dan militer.Ragam bahasa ini biasanya disebut dengan istilah fungsiolek.Ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat logis dan eksak,tetapi ragam bahasa penuh dengan kiasan dan ungkapan.
e. Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi,biasanya disebutdengan istilah ragam bahasa baku atau bahasa standar.Kaidah-kaidah dalam ragam bahasa baku,baik dalam bidang fonologi,morfologi,sintaktis maupun kosakata,biasanya digunakan secara konsisten.
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
1. Kuda makan rumput
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di bawah ini.
2. Rumput makan kuda
Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan), ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya.
Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.
Daftar Pustaka
Alwi ,Hasan,dkk.1998.
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.
Chaer, Abdul.1998.
Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta.
Zainal E,Arifin,S.Amrantasai.2006.
Cermat Berbahasa Indonesia.Jakarta:Akademika Pressindo.
Adul,Asfandi M.1981.
Bahasa Indonesia Baku.Surabaya:PT Bina Ilmu.
Waloyo,Budi.1987.
Bahasa Indonesia Lisan.Bandung:Balai Pustaka.